Cerita filmnya agak berbeda dari novel. Kalo baca novelnya pasti tahu kalau si Ami itu bener-bener terobsesi dengan Nimo sampai-sampai mati-matian berusaha untuk kuliah di tempat yang sama (been there, done that…. saya banget itu…) dan nekat tinggal di tempat terpencil di Kalimantan biar bisa bekerja di perusahaan yang sama dengan Nimo. Sementara di filmnya kita tahu dari percakapan antara Ami dan sepupunya kalau dari esema Ami suka ngomongin Nimo, that’s it. Jadi sepertinya alasan ragu menikah karena Nimo muncul lagi itu rasanya kurang kuat.
Dan dibuat juga penjelasan kalau Nimo itu lama di Malaysia, mungkin untuk mencari excuse atas logat Miller yang aneh itu. Mungkin karena film ini dibuat dalam waktu tujuh hari, jadi ada detil kecil yang jadi aneh. Misalnya, diceritain kalo hari itu lebaran kedua dan si Raka baru mau pesen tiket AirAsia (maksa banget promosinya) online dan ada tanggal pemesanan tanggal 7 Agustus 2007. Lebaran apa yang tanggal tujuh Agustus, lebaran monyet?
Menurut saya, Miller yang jadi Nimo itu harusnya belajar dulu pake bahasa gaul. Atau kalau tanggung gak sempat belajar, mendingan pake bahasa Indonesia yang baku aja daripada pake bahasa gaul tapi kaku gitu. Dan endingnya sinetron sekaleee…… Bisa ditebak. Lebih bagus kalau kayak di bukunya.